Situbondo- KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy menyambut ribuan peserta kirab hari santri nasional, di gerbang barat Pondok Pesantren Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Senin (22/10) pagi kemarin.
Kyai Azaim bersama alumni dan simpatisan Pondok Pesantren Sukorejo, kemudian berjalan kaki menuju lokasi upacara di halaman Pesantren. Kyai Azaim menjelaskan filosofi kaligrafi raksasa berisi teks hubungan agama islam dan Pancasila sebagai asas tunggal negara.
Menurut Kyai Azaim, tulisan kaligrafi tersebut berukuran Panjang 27 meter dan lebar 9 meter. Hal itu mengingatkan keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke 27 yang sangat monumental, di Pondok Pesantren Sukorejo pada tahun 1983. Muktamar NU memutuskan menerima Pancasila sebagai asas negara. Sedangkan lebarnya 9 meter, menunjukan penyebar islam di tanah Jawa berjumlah 9 orang yang dikenal dengan Wali Songo.
Kaligrafi teks Pancasila terbesar itu ditulis 17 santri pilihan, mengandung makna jumlah rakaat shalat sehari semalam. Al-qur’an diturunkan tanggal 17 Ramadan, serta hari Kemerdekaan Republik Indonesia juga jatuh pada tanggal 17 Agustus.
Selain itu kata Kyai Azaim, tulisan kaligrafi diselesaikan selama 22 hari, menunjukan pelaksanaan hari santri nasional pada tanggal 22 Oktober.
Kyai Azaim mengaku, kaligrafi teks pancasilan itu diangkat 313 santri dengan berdzikir basmalah sebanyak 313 kali. Hal itu mengingatkan perisitiwa monumental dalan sejarah umah islam terkait perang badar. Saat itu pasukan muslim berjumlah 313 orang sahabat Nabi.
Lebih jauh Kyai Azaim mengatakan, pilar penyangga kaligrafi berjumlah 7 pilar. Angka ini bermakna tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi. Tujuh hari dalam seminggu, serta tujuh surat Al-Qur’an himpunan surat Al Fatihah. Dan setiap Tuhan berkehendak ada pada tujuh huruf arab yaitu kun fayakun.
Masih menurut Kyai Azaim Ibrahimy, dirinya bersyukur karena tulisan kaligrafi teks Pancasila dengan tulisan arab tersebut masuk rekor baru MURI. Namun yang terpenting kata Kyai Azaim, para santri harus mengetahui esensi hubungan agama islam dengan Pancasila, sebagaimana keputusan Muktamar NU ke 27 tahun 1983.
Menurutnya, Pancasila sebagai falsafah negara tidak dapat menggantikan kedudukan agama. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara, menjiwai sila-sila yang lain dengan mencerminkan nilai tauhid dalam Islam dan beberapa hubungan lainya.