Situbondo- Kegemaran generasi milenial bermain gadget mengundang keprihatinan pemerhati pendidikan. Pasalnya, banyak siswa sekolah dasar sibuk menghabiskan waktunya bermain game dibandingkan belajar.
Tak hanya menyebabkan siswa mulai kurang minat belajar, pertumbuhan pelajar bersama gadget dinilai bisa berdampak buruk. Hal inilah yang mengundang kegelisahan Imelda Oktiviasi, warga Desa Kalibagor, Kecamatan kota Situbondo.
Imelda menggagas “Situbondo Dreams” menjadi wadah belajar anak-anak di desanya. “Situbondo Dreams” merupakan kelompok kemandirian belajar seperti Bimbel (Bimbingan Belajar), untuk memberikan tambahan pelajaran bagi siswa. Bedanya, siswa yang masuk “Situbondo Dreams” cukup membayar dengan sampah organik maupun hasil bumi.
Ide kreatifitas belajar melalui “Situbondo Dreams”, mengantarkan Imelda masuk lima besar pemuda pelopor 2021 tingkat Provinsi. Senin kemarin, tim juri dari Provinsi melakukan penilaian lapangan gagasan “Situbondo Dreams”, sekaligus mendengarkan presentasi dari sang penggagas. Bukan tidak mungkin, Imelda dengan ide-idenya itu akan menjadi pelopor nasional 2021.
“Mendidik adalah kewajiban setiap yang terdidik. Setiap yang terlahir wajib terdidik. Kami menawarkan merdeka belajar, merdeka mengajar dan pendidikan berkeadilan,” kata Imelda, memulai presentasi di depan juri dan Bupati Karna Suswandi, Senin, 21 Juni 2021.
Menurut Imelda, “Situbondo Dreams” bermula dari kegelisahannya melihat anak-anak di desanya tumbuh berkembang dengan gadget. Ironisnya, para siswa itu tak mendapat tambahan belajar karena di desanya tak ada Bimbel.
Imelda mengaku bahwa “Situbondo Dreams” sudah berjalan hampir tiga tahun. Awalnya, Imelda sempat kesulitan mengembangkan gagasannya itu. Sulitnya pendanaan menjadi salah satu penyebabnya.
Imelda kemudian menjadikan “Situbondo Dreams” dengan konsep kemandirian finansial, melibatkan siswa membayar bimbel dengan sampah organik. Selain mengajari siswa peduli lingkungan, sampah organik diolah kembali menjadi berbagai kerajinan untuk biaya operasional.
“Kami gak menyangka gagasan ini menjadikan saya masuk pemuda pelopor. Itu bukan target saya, tapi saya tetap bersyukur karena jadi perhatian pemerintah dan mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi banyak orang,” ujarnya.
Saat ini, “Situbondo Dreams” terus berkembang. Semula hanya ada di Desa Kalibagor, kini sudah berdiri di empat desa dan dua kelurahan di Kecamatan kota Situbondo. Jumlah siswa yang ikut bimbel bervariasi, mulai dari 35 orang hingga 100 orang perkelompok.
“Gak usah bayar di tempat belajar ini, cukup bawa sampah atau hasil bumi. Karena kami pendidikan informal maka system pembelajarannya dibagi dua yaitu kelompok kecil belajar menulis dan berhitung serta kelompok besar belajar tambahan mata pelajaran di sekolah. Materi lainnya soal lingkungan dan program sosial,” ujarnya.
Imelda menyampaikan terima kasih kepada Dinas pendidikan dan Dinas Lingkungan Hidup, serta pihak-pihak lain seperti pemerintah desa dan pihak kecamatan, karena telah banyak memfasilitasi berkembangnya “Situbondo Dreams”.
“Kami juga punya mitra Turangga Institute Indonesia yang banyak sekali membantu mengirim buku-buku pelajaran,” terangnya.
Sementara itu, Bupati Situbondo, Karna Suswandi mengaku sangat mengapresiasi gagasan “Situbondo Dreams”, karena telah membantu program pemerintah di bidang pendidikan. Gagasan tersebut sangat tepat diterapkan di masa pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, Bupati yang akrab dipanggil Bung Karna itu menginginkan agar “Situbondo Dreams” berdiri di seluruh desa di Kabupaten Situbondo. “Situbondo Dreams” menjadi wadah pendidikan alternatif yaitu memberikan tambahan pelajaran bagi siswa di tengah maraknya teknologi informasi.
“Sekarang pelajaran di sekolah menggunakan daring. Padahal tidak semua siswa punya HP Android. Situbondo Dreams sangat tepat diterapkan. Kedepan, saya ingin lahir Imelda baru yang peduli terhadap peningkatan SDM dan lingkungan,” tuturnya.
Reporter: Zaini Zain