Disuatu waktu ada seorang wanita tua mendatangi Imam Ahmad bin Hanbal. Ulama besar pendiri Mazhab Hanbali untuk meminta fatwa beliau.
“Wahai Imam, saya ini seorang janda tua yang miskin. Saya memiliki banyak tanggungan anak – anak yang masih kecil. Saya tidak memiliki penghasilan yang tetap. Kadang kami makan, kadang pula tidak ada yang bisa dimakan”. Ujar wanita tua
“Penghasilan yang bisa kuharapkan hanya dari menenun kain sampingan di malam hari, sebab seharian saya harus bekerja serabutan. Menenun pun hanya bisa saya lakukan di malam hari bila ada cahaya bulan, karena kami tidak memiliki kemampuan membeli minyak untuk cahaya lampu penerangan”. Lanjut wanita tua.
Mendengar penuturan dari wanita tua tersebut. Imam Ahmad bin Hanbal terenyuh. Beliau ingin memberikan bantuan kepada wanita tua. Namun Imam Ahmad bin Hanbal mengurungkannya dahulu karena menunggu wanita tua melanjutkan pengaduannya
“Lantas apa yang engkau inginkan, wahai ibu?”. Imam Ahmad bertanya.
“Saya hanya ingin bertanya dan meminta fatwa saja, wahai Imam”. Balas wanita tua
“Fatwa bagaimana, ibu?” Imam Ahmad menjawab.
“Begini wahai Imam. Pada suatu malam, ada serombongan pasukan Khalifah memasang tenda di dekat rumah kami. Mereka memasang lampu – lampu penerangan, hingga cahaya biasnya masuk ke beranda rumah kami”. Cerita wanita tua
“Di beranda itu ada temaram bias cahaya terang dari lampu penerangan para prajurit. Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera saja menuju beranda bergegas menjahit pakaian, memanfaatkan sinar cahaya yang ada di beranda itu”
“Keesokan harinya, setelah selesai jahitan itu saya jual ke pasar, saya justru ragu – ragu mengenai hukum hasil jahitan saya itu, apakah hasilnya halal dimakan ataukah haram, sebab saya baru menyadari bahwa bias cahaya penerangan di malam itu berasal dari uang negara”
“Saya memanfaatkan bias cahaya penerangan yang dibiayai negara, tanpa meminta izin pada Khalifah. Halalkan hasil jahitan saya itu bagi saya dan anak – anak saya?”
Imam Ahmad bin Hanbal terperangah mendengar sifat jujur dari wanita tua. Lantas sang Imam bertanya
“Siapakah Anda sebenarnya, wahai ibu?” tanya sang Imam
Wanita tua menjawab, “Saya saudara perempuan Bisyri bin Hafi” jawab wanita tua
Masya Allah, Subhanallah. Saudari dari seorang penguasa yang shaleh Bisr bin Hafi berhati – hati dalam takut hasil tenunannya masuk ke dalam perkara syubhat, karena memanfaatkan lampu yang dimiliki prajurit Khalifah dalam proses pembuatannya.
Pembaca yang semoga dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dari kisah diatas dapat diambil sebuah hikmah bahwa kita harus berlaku berhati – hati dalam setiap perkara memastikan setiap yang kita gunakan jelas halal haramnya, dan menjaga amanah.
Sumber: Kitab Shifah Al-Shafwah, kalam.sindonews.com, dan islam.nu.or.id
Redaktur: Fahreza Adit