Situbondo- Forum Silaturrahim Nasional (Silatnas) pengasuh pondok pesantren se-Indonesia, menghasilkan tiga rekomendasi kepada Pemerintah, agar dimasukan ke dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Selama dua hari para Kyai dari berbagai daerah, melakukan kajian secara marathon terhadap RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Para kyai menilai ada beberapa pasal di dalam RUU mengancam khazanah keilmuan di Pesantren.
Rekomendasi Silatnas pengasuh pondok pesantren dibacakan Ketua Silatnas, Maskuri Ismail. Pada poin pertama, Silatnas meminta ketegasan dalam materi RUU, tentang penyediaan mekanisme pengakuan legal dan implikasinya terhadap kompetensi alumni pesatren.
RUU pesantren dan Pendidikan kagamaan baru mengakui lulusan pesantren pada bidang pendidikan diniyyah formal dan Ma’had Ali sebagaimana tertuang di dalam pasal 13 dan 47. Di dalam RUU belum memberikan pengakuan terhadap Pendidikan Muadalah, Salafiyyah, dan pesantren khusus seperti pesantren tahfidz.
Selain itu, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan belum mengarah kepada rekognisi kompetensi pengasuh dan ustadz dalam ukuran akademik formal, maka Silatnas pengasuh pesantren se Indonesia meminta agar diberikan pasal tambahan.
Maskuri menambahkan, Silatnas juga berharap agar RUU mampu menjamin kehadiran negara secara efektif dalam mendukung pengembangan pesantren dalam pemberdayaan masyarakat. Juga pencerdasan kehidupan bangsa, pembinaan keagamaan, etika sosial, dan kekuatan kebudayaan bangsa.
Menurut Maskuri, dari 14 pasal tentang pesantren, hanya ada 3 pasal yaitu pasal 14, 15 dan 16, yang mengatur pemberdayaan masyarakat dan dakwah Islam. Sementara belum ada satu pasal pun yang mengatur peran pesantren sebagai kekuatan kebudayaan.
Poin ketiga rekomendasi Silatnas, bahwa RUU tidak melemahkan watak independen pesantren, apalagi sampai meredupkan nilai keunggulan khas pesantren dan menciptakan kerumitan birokratis baru.
Maskuri mengatakan, pada pasal 20 ayat 1 RUU Pesantren dan Pendidikan kegamaan, sudah memberikan jaminan kemandirian dan kekhasan pesantren. Hanya saja pada pasal 21 ayat 1 dan pasal 33 ayat 1, justru mengkhawatirkan pesantren. Didalam pasal tersebut ada skema ujian nasional dan akreditasi dari negara. Hal itu yang dikhawatirkan berpotensi menghilangkan keunikan pesantren yang sangat beragam.