Situbondo- Ponpes sukorejo menambah rentetan sejarah penting terkait dengan kecintaan pada jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Pengasuh ponpes sukorejo, Kyai Haji Raden Achmad Azaim Ibrahimy menjadi pemrakarsa bertemu dzurriyah, masyayikh, habaib dan ulama se Jawa Timur dalam rangka menegaskan pengertian khittah Nahdlatul Ulama. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis 21 November 2019 bertempat di auditorium putra.
Kegiatan tersebut diikuti oleh ratusan kyai, para alim dan ulama pengasuh pondok pesantren se Jawa Timur. Diantara yang hadir nampak tampil di depan sebagai narasumber profesor Doktor Kyai Haji Ahmad Zahro, Profesor Doktor Rohmat Wahab, Doktor Marzuki Ali, Gus Hilmi Ash-Shiddiqi, Kyai Haji Raden Achmad Azaim Ibrahimy, dan Kyai Haji Afifuddin Muhajir. Pengurus ponpes sukorejo yang hadir, pengurus harian, para kabid, kabag, rektorat, dan dekanat.
Kegiatan silaturrahim ini menghasilkan sembilan rumusan penting. Pertama, khittah secara substansif sejatinya sudah digariskan oleh KH. Hasyim Asy’ari, yakni kembali pada garis perjuangan para ulama salafussholihin. Kedua, melalui gerakan kultural ini, majelis silaturrahim mengajak kepada semua warga NU untuk selalu melakukan muhasabah terhadap fenomena ke-NU-an yang selama ini.
Ketiga, niat tulus dan ikhlas dalam memperjuangkan NU hanya mengharap target keridloan Alloh. Keempat permusyawaratan dalam tubuh NU sebagai jam’iyyah harus mendasarkan pada prinsip dan nilai-nilai yang dibangun para muassis. Kelima, forum meminta kepada PBNU agar melakukan kerja koreksi dan seleksi terhadap penyimpangan akidah. Keenam kepada seluruh warga NU yang berperan dalam politik dan penyelenggaraan pemerintahan tetap istikomah membawa amanah NU.
Ketujuh perlu memperkuat fungsi kelembagaan musytasar di NU. Kedelapan, PBNU hendaknya mengelola NU menjadi jam’iyyah ashabul haq wal ‘adl jangan mengubah menjadi jam’iyah ashabul qoror. Kesembilan, menghimbau kepada seluruh warga nahdliyyin agar selalu istiqomah membaca wirid Ya Jabbar Ya Qahhar.