
Situbondo- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Situbondo, meminta Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, mengawasi penyaluran pupuk urea bersubsidi, menyusul kelangkaan pupuk yang kerapkali dikeluhkan petani di musim tanam.
Penyaluran pupuk harus sesuai RDKK atau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok. Tuan takur atau tuan tanah yang memiliki puluhan hektar tanah, tidak diperbolehkan menggunakan pupuk bersubsidi melebihi dua hektar.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Situbondo, Hadi Prianto, sesuai ketentuan Kementerian Pertanian, penggunaan pupuk bersubsidi maksimal untuk luas lahan dua hektar. Bagi warga yang memiliki tanah lebih dari dua hektar, harus menggunakan pupuk nonsubsidi pemerintah.
Hadi meminta petani juga ikut mengawasi dan melapor, jika menemukan penyelewengan penyaluran pupuk urea bersubsidi. Pemerintah membatasi penggunaan pupuk bersubsidi dan harus tertuang di dalam RDKK.
Politisi asal Kecamatan Kapongan itu mencontohkan, jika ada petani memiliki lahan lima hektar, maka tanaman di atas lahan tiga hektar harus menggunakan pupuk nonsubsidi. Hadi mengaku sudah melakukan sidak ke gudang penyimpanan pupuk bersubsidi, agar penyaluran pupuk bersubsidi sesuai peruntukannya.
Kebutuhan pupuk di Situbondo mencapai 41 ribu ton per tahun, namun pemerintah hanya memberi jatah pupuk 20 ribu ton. Jatah ini sebenarnya cukup, karena sesuai RDKK kebutuhan pupuk hanya 11 ribu ton.
Harga pupuk bersubsidi jauh lebih murah dibandingkan harga pupuk non subsidi. Harga pupuk urea bersubsidi sebesar 180 ribu perkwintal, sedangkan harga pupuk urea non subsidi sebesar 360 ribu perkwintal.