Situbondo- Banyak petani menjual tebunya ke luar daerah karena tergiyur harga mahal. Akibatnya, tak hanya berpengaruh terhadap kemampuan giling Pabrik Gula, melainkan berpengaruh terhadap inflasi karena menurunnya PDRB atau Produk Domistik Regional Bruto.
Salah seorang petani tebu, H. Faisol menilai wajar petani menjual tebunya ke luar daerah, karena mereka ingin mendapat penghasilan tinggi, mengingat musim tanam tebu hanya setahun sekali.
“Bagi petani yang harus menunggu selama setahun itu wajar saja, karena mereka mendapat penghasilan tinggi kalau menjual tebunya ke luar daerah,” kata Faisol yang juga anggota DPRD Situbondo, Rabu, 05 Agustus 2020
Faisol yang dikenal sebagai juragan tebu di Kecamatan Asembagus mengaku, saat ini harga jual tebu di PG Asembagus hanya 60 ribu perkwintal. Sedangkan pedagang luar daerah membelinya seharga 74 ribu hingga 82 ribu perkwintal.
Menurut Faisol, ketimpangan harga ini membuat petani memilih menjual tebunya ke luar daerah. Ada sekitar 8000 sampai 10.000 hektar lahan tebu sudah terjual ke PG di luar daerah.
Akibatnya kata Faisol, pabrik Gula di Situbondo terancam kekurangan bahan baku. Ia memprediksi PG Asembagus hanya bisa giling tebu hingga satu bulan kedepan karena kekurangan bahan baku. Itupun hanya dengan kapasitas giling 3.500 ton perhari bukan 6000 ton sebagaimana kapasitas giling di PG Asembagus.
“Ini sangat memprihatinkan karena petani tebu kita diserang pedagang dari luar dengan harga menjanjikan,” ujarnya.
Seharusnya PG di Situbondo bisa mempertahankan tebu di Situbondo dengan cara menaikan harga beli. Kalau pedagang dari luar mampu membeli seharga 74 ribu perkwintal, maka PG harus bisa membeli dengan harga yang sama atau sedikit lebih murah, karena tak perlu biaya operasional pengiriman tebu cukup besar.
Faisol mengaku sudah menghubungi Direksi PTPN XI terkait banyaknya tebu Situbondo terjual ke luar daerah. Sebab kebijakan menaikan harga tebu tidak bisa hanya diserahkan kepada General Manager PG. Selain itu kata Faisol, Pemkab Situbondo juga bisa melakukan intervensi kebijakan terkait masalah harga jual beli tebu tersebut. Caranya seluruh GM PG untuk membendung pedagang luar daerah masuk ke Situbondo.
“Dampak pembiaran jual beli tebu ke luar daerah ini mempengaruhi inflasi karena PDRB kita turun drastis. Ada berapa banyak uang keluar yang seharusnya berputar di dalam Kabupaten sendiri,” sambungnya
Faisol menambahkan, dirinya sudah mengkalkulasi berkurangnya perputaran uang akibat tebu terjual ke luar daerah. Kalau perhektarnya ada 20 juta uang dinikmati orang luar daerah, maka kalau 10 ribu hektar lahan tebu akan ada uang miliaran dinikmati orang luar daerah di musim tebang tebu.
“Dari mana angka-angka itu?, iya dari jasa tebang yang sekarang banyak didatangkan dari luar daerah maupun ongkos armada yang juga dari luar daerah,” terangnya
Lebih jauh Faisol menjelaskan, dirinya tidak yakin PG Asembagus bisa giling sesuai kapasitas yaitu 6000 TCD 2021 mendatang, kalau pihak manajemen tidak bisa melindungi petani tebu dari godaan pedagang luar daerah.
“Dari mana dapat bahan bakunya kalau tebunya dikirim ke luar daerah?. Sebenarnya banyak celah untuk bersaing harga,” pungkasnya.