Situbondo- Usaha pertambangan di Situbondo mulai bergolak. Pekerja pertambangan bersama LSM Gempur berunjuk rasa ke Kantor Pemkab Situbondo, Rabu kemarin. Mereka merasa dipersulit Pemkab memperoses perijinan.
Aksi unjuk rasa ini juga diikuti puluhan pekerja dump truk. Mereka mengaku tak bisa bekerja pasca penertiban tambang oleh Polres Situbondo. Selain berorasi, para pekerja tambang itu juga tandatangani pernyataan sikap dan diberikan kepada Bupati Situbondo.
Beberapa penambang mengaku sudah bertahun-tahun mengajukan perijinan, namun belum juga mendapatkan ijin turun. Anehnya, pengusaha tambang asal luar daerah terkesan lebih mudah mendapatkan perijinan.
Saat ini, usaha pertambangan di Situbondo dikuasasi penambang luar daerah. Dari 17 usaha pertambangan hanya ada dua penambang asal Situbondo. Selebihnya yaitu 15 penambang berasal dari luar daerah. Pemkab dinilai bermain mata masuknya penambang asal luar kota ke Situbondo.
Salah seorang koordinasi aksi, Anis Muqoddas mengaku, biaya pengurusan perijinan tambang juga dinilai tak wajar. Untuk pengurusan satu lokasi tambang menghabiskan biaya 350 juta. Anis mempertanyakan peruntukan biaya pengurusan perijinan tersebut.
Menurut Anis, proses perijinan pertambangan memang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, namun masih tetap melalui Pemkab Situbondo. Pemkab dinilai kurang berpihak kepada pengusaha tambang lokal karena sangat mudah memberi rekomendasi penambang luar kota.
Oleh karena itu, Anis meminta Pemkab tidak mempersulit memberikan rekomendasi penambang lokal, agar masyarakat Situbondo juga bisa menikmati sumberdaya alamnya sendiri.
Menurunya, para penambang akan mengikuti regulasi. Saat ini ada 64 pengajuan perijinan tambang ke ESDM Provinsi. Dari jumlah tersebut hanya 17 lokasi tambang yang dikeluarkan ijinnya. Ironisnya, 15 penambang berasal dari luar daerah, yaitu dari Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo dan Surabaya.